15 April 2009

Smiling


Ada seorang perempuan bersuamikan lelaki lumpuh yang sudah 8 tahun tidak bekerja.
Anaknya berumur 4,5 tahun, tidak bisa sekolah, dan memiliki kekurangan pada pendengarannya.
Setiap hari ia menjual tusuk sate di kota Ungaran, Jawa Tengah.
Selain menjajakan tusuk satenya, ia juga memberikan senyuman kepada hampir setiap orang yang ia temui.
Senyum = ibadah, menurutnya.


Ada seorang wanita karir di salah satu perusahaan pengelola 20 bisnis waralaba terkemuka, di Jakarta.
Ia memilih untuk tidak menikah, menjalani kehidupan percintaan dari satu lelaki ke lelaki lain yang ia temui di klub, dan mempercayai bahwa cinta itu omong kosong.
Gajinya lebih dari cukup, pergaulan sosialitanya lebih dari sekedar pertemanan melainkan perkumpulan orang-orang haus akan potret diri yang selanjutnya akan dipajang di facebook *semua dunia harus tahu betapa keren dan kaya-nya kami*


Ada seorang mahasiswa Indonesia di kota Utrecht, Belanda, yang setiap hari selalu sibuk dengan kuliah dan kerja sambilannya di Albert Heijn.
Dengan beasiswa dari NeSo, ia bisa bertahan dengan studi S-2nya di Utrecht University. Ia membuktikan bahwa kerja keras bisa membuat sesuatu yang terkesan tidak mungkin, menjadi mungkin.
Siapa yang sangka kalau ayahnya hanya supir taksi di Semarang?


Ada seorang mantan atlet renang Indonesia, yang kini menjadi pengusaha roti di Depok, Jawa Barat.
Ia tidak ingin anak-anaknya menjadi atlet seperti dirinya, karena ia tidak mau kegemilangan hidup anaknya kelak hanya akan seumur jagung.
Ketika ia menjadi atlet, ia punya segalanya, harta- fame - teman,
tapi setelah ia berhenti menjadi atlet, susah payah ia melanjutkan kembali hidupnya.
Indonesia terlalu cepat melupakan, pikirnya.


Untuk mengomentari 4 cerita singkat tentang 4 manusia di atas, saya hanya ingin mengutip apa yang dikatakan Benjamin Franklin:

"All human situations have their inconviniences. We feel those of the present but neither see nor feel those of the future; and hence we often make some troublesome changes without amendment, and frequently for the worse."


Well, for me, energy and persistence conquer all things.
What do you think?


Yogyakarta, 15 April 2009.